Senin, Juni 08, 2009

Tameng Imam Ali

Oleh: Hasan Husen Assagaf
SEORANG pembantu Rasulallah saw lari tergesa-gesa ke tempat Imam Ali bin Abi Thalib ra. Dengan nafas tersengal-sengal ia memberi salam kepada beliau, lalu masuk ke rumahnya seraya berkata “Wahai anak paman Rasulallah, apakah kamu tahu bahwa Fatimah akan dilamar seseorang?”. Wajah Imam Ali ra berubah mendengar berita itu, lalu berkata ”Aku tidak tahu sama sekali berita ini”.

Pembantu itu berkata lagi “Kenapa bukan kamu saja yang datang kepada Rasulallah untuk melamarnya? Apa yang melarang kamu untuk melakukan hal itu?” Imam Ali pun segera menjawab “karena aku miskin tidak meiliki mahar untuk melamarnya”. Pembantu itu mendesak beliau agar datang ke rumah Rasulallah saw melamarnya. “Jika kamu datang kepada Rasulallah memintanya, aku yakin permintaanmu pasti akan dikabulkanya”ujarnya..
Begitulah seterusnya pembantu tadi mendesak Imam Ali ra agar segera menemui Rasulallah saw untuk meminta Fatimah binti Rasulallah sebagai istrinya. Karena ia tidak menginginkan selain Ali ra ada orang lain menyuntingnya.

Akhirnya, timbul keberanian Imam Ali ra untuk datang menghadap Rasulallah saw. Sewaktu duduk di hadapan beliau, ia menundukan kepalanya ke bawah karena malu dan membungkam seribu basa. Rasulallah saw tersenyum melihat kelakuan misananya itu. Kemudian beliau mulai membuka pembicaraanya “Ya Ali, Aku yakin kau datang ke sini bermaksud sesuatu. Apakah ada yang bisa dibantu?”. Mendengar pertanyaan Rasulallah saw, Imam Ali bertambah malu, tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Akan tetapi Rasulallah saw mengetahui maksud kedatangannya. Beliau tersenyum lalu berkata “Aku tahu kau sengaja datang ke sini untuk melamar anakku Fatimah. Betulkan?”. Dengan rasa malu bercampur gembira sayyidina Ali menjawab “Betul ya Rasulallah”. Rasulallah saw berkata “Apakah kau memiliki sesuatu untuk menghalalkannya?”. Imam Ali menjawab “Demi Allah, aku tidak memiliki apa apa, ya Rasulallah”. Mendengar jawabanya, Rasulallah langsung berkata “Bukankah aku pernah memberikan kepadamu sebuah tameng disalah satu peperangan?”. “Betul Ya Rasulallah”, tameng itu sangat kuat dan harganya 400 dirham” ujar beliau meyakinkan.

Kemudian Rasulallah saw meminta izin sebentar kepada Imam Ali untuk memberitahukan kabar gembira kepada anaknya Fatimah. Di saat pertemuan dengan Fatimah ra, beliau berkata “Wahai anaku, sesungguhnya Ali telah datang memintamu sebagai istrinya. Bagaimana pendapatmu?”. Fatimah ra menangis mendengar uraian sang ayah lalu berkata “Seolah olah engkau akan titipkan diriku kepada seorang laki laki Quraisy yang miskin. Demi Allah sesungguhnya engkau telah memilih bagiku laki laki yang luas ilmunya, luhur akhlaknya dan tegas pendirianya. Cerahlan wajah Rasulallah mendengar ucapananya lalu berkata “Demi Yang telah mengutusku dengan kebenaran, aku tidak berbicara kepadamu tentang hal ini kecuali aku telah mendapat restu dari Yang di langit”. Fatimah berkata “Aku ridho dengan apa yang telah diridhoi Allah dan rasul Nya”.

Akhirnya, Rasulallah saw keluar. Beliau mendapatkan imam Ali ra sedang duduk dan beberapa sahabat lainya. Rasulallah berkata “Ya Ali mintalah”. Ali pun berkata “Segala puji bagi Allah yang hidup dan tidak mati. Sesungguhnya Muhammad Rasulallah telah menikahkanku kepada Fatimah dengan mahar 400 dirham. Saksikanlah apa yang dikatakan Rasulallah” Rasulallah pun berkata “Ya Ali, aku telah menikahkanmu kepada Fatimah dengan mahar 400 dirham (nilai tameng), bawalah tameng itu ke sini”. Terjadilah ijab qabul antara Rasulallah saw dengan Imam Ali.

Dari kisah di atas kita bisa mengambil bukti kuat akan kecintaan Rasulullah saw kepada putri bungsunya, Fatimah, sehingga beliau tidak memilih baginya sebagai pasangan hidup kecuali orang yang dicintainya pula, yaitu imam Ali ra. Tidak sedikit dari orang orang Quraisy pada waktu itu yang ingin menikahinya. Bahkan beritanya ia pernah dilamar oleh Sayyidina Abu Bakar dan Umar ra, sahabat terdeket Rasulallah saw, namun lamaran mereka ditolak secara halus.

Dari pernikahan antara Sayyidina Ali dan siti Fatimah, berkembanglah keturunan Rasulallah saw yang tersebar di seluruh pelosok negeri, mereka diumpamakan seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang kelangit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Allah. Sayangnya, banyak pula diantara mereka yang tidak bisa mempertahankan keteguhan akarnya sehingga banyak yang berobah menjadi pohon yang buruk, tidak tegak, dan tidak menumbuhkan buah yang layak.
Wallahua’lam

0 komentar: