Selasa, Desember 30, 2008

Gerakan Intifadah Perjuangan Pemuda Palestina

Sekedar INFO.. untuk berbagi...
I N T I F A D A H

Intifadah, yang berarti “pemberontakan” dalam Bahasa Arab, adalah nama untuk perjuangan yang dilakukan oleh sekelompok orang Palestina, yang bersenjatakan batu-batu, melawan salah satu musuh terbesar dunia, yaitu orang yang menjawab lemparan batu itu dengan peluru, roket, dan rudal. Memang, mereka jarang sekali ragu-ragu menjadikan orang yang tidak pernah melempar batu sebagai sasaran mereka, bahkan mampu membunuh lusinan anak-anak dengan cara tak berperikemanusiaan.


Intifadah pertama memasuki panggung politik pada 1987, dimulai dengan pemuda Palestina yang membalas pembunuhan enam anak-anak Palestina oleh tentara-tentara Israel. Berlanjut hingga 1993, Intifadah menghadapi tanggapan yang sangat keras dari Israel, berdasar prinsip bahwa “kekerasan melahirkan kekerasan,” Timur Tengah kembali terjatuh ke dalam kekacauan. Sepanjang masa ini, perhatian dunia tertuju pada kasus anak-anak yang tempurung kepalanya pecah dan tangan-tangan mereka dipatahkan oleh para tentara Israel. Orang-orang Palestina, dari yang paling muda hingga yang paling tua, menentang kekerasan militer Israel dan penindasan dengan sambitan batu apa pun yang dapat mereka temukan. Sebagai balasannya, tentara Israel secara besar-besaran memberondongkan senjatanya: menyiksa, mematahkan tangan, dan menembaki lambung dan kepala orang-orang dengan tembakan senapan. Pada tahun 1989, sebanyak 13.000 anak-anak Palestina ditahan di penjara-penjara Israel.

Apa pun alasannya, memilih cara kekerasan tidak pernah memecahkan persoalan. Dan kembali, kenyataan penting harus dicamkan ketika merenungkan tanah tempat Intifadah terjadi. Pertama-tama, karena diperkuat oleh keputusan PBB, tentara Israel menggunakan kekuatan yang, sejalan dengan hukum internasional, seharusnya dijauhi. Meskipun sudah diperkuat aturan, jika Israel menuntut agar keberadaannya di tanah ini diterima, cara menunjukkannya tentu bukan dengan membunuh orang-orang tak berdosa. Karena semua orang yang waras pastilah sepakat, jika salah bagi orang-orang Palestina memilih kekerasan, maka pastilah juga salah bagi tentara-tentara Israel membunuh mereka. Setiap negara memiliki hak membela diri dan melindungi dirinya, namun apa yang telah terjadi di Palestina jauh dari sekedar membela diri.


Selama tahun-tahun Intifadah, sebuah peristiwa terjadi di desa Kristen Beit Sahour di dekat Bethlehem. Kejadian ini, yang disaksikan oleh penduduknya Norman Finkelstein, hanyalah satu dari banyak contoh yang tidak mendukung bahwa campur tangan militer didorong oleh keinginan membela diri:

Suatu kali di kamp pengungsian Jalazoun, anak-anak membakar ban ketika sebuah mobil menepi. "Pintu dibiarkan terbuka, dan empat pria (pemukim Israel maupun tentara berpakaian preman) melompat keluar, menembak membabi buta ke segala penjuru. Anak-anak di samping saya tertembak di punggungnya, peluru keluar dari pusarnya… Hari berikutnya Jerussalem Post melaporkan bahwa tentara itu menembak untuk membela diri."94

Intifadah rakyat Palestina, yang dilakukan dengan sambitan batu dan pentungan untuk melawan tentara paling modern di dunia, berhasil menarik perhatian internasional pada wilayah ini. Gambar-gambar yang intinya mengenai pembunuhan tentara Israel atas anak-anak berusia sekolah sekali lagi menunjukkan kebijakan teror pemerintah pendudukan. Masa ini berlanjut hingga Kesepakatan Oslo tahun 1993, ketika Israel dan PLO duduk bersama di meja perundingan. Pada pertemuan ini, Israel mengakui Yasser Arafat untuk pertama kalinya sebagai perwakilan resmi rakyat Palestina.

Setelah Intifadah pertama mencapai puncaknya dalam kesepakatan damai, rakyat menunggu dengan sabar perdamaian dan keamanan kembali ke wilayah Palestina. Penantian ini berlanjut hingga Sepetember 2000, ketika Ariel Sharon, yang dikenal sebagai “Penjagal dari Libanon,” melakukan kunjungan yang menghebohkan ke Mesjid al-Aqsa bersama puluhan polisi Israel. Kejadian ini memicu bangkitnya Intifadah al-Aqsa.

Rasa sakit dan penderitaan tak berujung orang-orang Palestina meningkat dengan adanya Intifadah al-Aqsa. Saat ini, tiap hari ada laporan yang menyebutkan anak-anak dan remaja meninggal di wilayah-wilayah Palestina. Semenjak awalnya di bulan September 2000 hingga Desember 2001, sebanyak 936 orang Palestina tewas (angka-angka ini bersumber dari Organisasi Kesehatan Palestina).95 Sepanjang pertikaian, satuan-satuan tentara Israel menjadikan banyak warga sipil, termasuk anak-anak yang pulang sekolah sasaran pengeboman dengan helikopter.


Tentara Israel menggunakan senjata mereka bukan untuk melucuti senjata anak-anak Palestina, melainkan untuk membantai dan membunuh mereka. Suleiman Abu Karsh, wakil menteri perdagangan Palestina, menyatakan perasaan rakyatnya mengenai Intifadah ini dalam sebuah wawancara:

Intifadah ini terlahir dari kekejaman Zionis Israel dan provokasi terhadap rakyat Palestina dan hal-hal yang kami anggap suci. Karena ikatan kuat rakyat Palestina terhadap tempat-tempat suci ini, khususnya Mesjid Aqsa, yang merupakan kiblat pertama Muslimin, mesjid mereka, dan salah satu titik pusat Haram asy-Syarif, Israel menunjukkan tindak kekejaman.

Tentara Israel, yang menjadikan warga sipil dan anak-anak sebagai sasaran, tidak ragu menembak bahkan anak-anak yang tengah bermain di tempat bermain sekolah. Karena jam malam yang diberlakukan oleh Israel, dalam tahun itu mereka lebih sering tidak pergi ke sekolah. Ketika mereka bisa bersekolah, mereka menjadi sasaran serangan Israel. Salah satu serangan itu terjadi pada 15 Maret 2001. Sewaktu murid-murid Sekolah Dasar Ibrahimi di al-Khalil tengah bermain selama jam istirahat, tentara Israel menembaki mereka. Kejadian ini, ketika enam anak-anak terluka parah, bukan contoh yang pertama maupun terakhir tentang kekejaman semacam itu.

Dalam The Palestine Chronicle, wartawan-penulis Ruth Anderson menggambarkan beberapa kejadian tak berperikemanusiaan dalam Intifadah al-Aqsa:

Tak ada yang menyebutkan seorang lelaki muda yang baru menikah yang pergi berdemonstrasi hanya untuk menjadi martir, meninggalkan pengantin wanitanya menjadi janda. Tak ada yang menyebutkan pemuda Palestina yang kepalanya diremukkan oleh orang Israel dan tangannya dipatahkan sebelum ia secara brutal dijagal. Tak ada yang menyebutkan seorang anak kecil berusia 8 tahun yang tertembak mati oleh tentara Israel. Tak ada yang mengatakan bagaimana para pemukim Yahudi, yang dilengkapi dengan berbagai jenis senjata dan disokong oleh pemerintah Barat, menyerang desa-desa Palestina dan mencabuti pohon-pohon zaitun dan membunuh orang-orang sipil Palestina. Tak ada yang menyebutkan bayi-bayi Palestina yang meninggal ketika rumah mereka dibom dengan serangan udara atau orang yang dihujani oleh peluru Israel ketika dipindahkan ke tempat aman. Setiap orang tahu bahwa bayi-bayi tidak bisa melempar batu. Sedih memang....

Kesedihan ini harus berulang dengan serangan udara tentara Israel baru baru ini :
Penyerangan Israel Atas Palestina di Jalur GAZA



Tragedi Kemanusiaan yang memilukan.
Lebih dari 750 orang cedera dalam serangan membabi-buta tersebut.



Kesedihan yang mendalam.
Ya.. Allah .. berikan mereka kesabaran dan bukalah pintu syurga bagi mereka yang gugur sebagai syuhada... Amiiinn...

0 komentar: